Jumat, 23 September 2022

Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)

Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Kingdom         : Animalia

Filum               : Chordata

Kelas               : Pisces

Famili              : Pangasidae

Genus              : Pangasius

Spesies            : Pangasius hypophthalmus

Ikan patin siam mempunyai bentuk tubuh memanjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergaris dibelakangnya, sedangkan jari-jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6-7 buah (Kordi, 2005). Permukaan punggung ikan patin terdapat sirip yang ukurannya kecil. Sirip dubur memiliki 30-33 jari-jari lunak, sirip perut ikan patin terdapat 6 jari-jari lunak, sirip dada terdapat satu jari-jari keras dan 12-13 jari-jari lunak, dan sirip ekor berbentuk simetris (Ghufron, 2005). Tubuh ikan ini memiliki panjang hingga mencapai 120 cm, bentuk kepala yang relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala bagian bawah, pada kedua sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai alat peraba yang merupakan ciri khas ikan golongan catfish, dan memiliki sirip ekor berbentuk cagak dan simetris (Djariah, 2001). Morfologi ikan patin dapat dilihat pada gambar.

Gambar Morfologi Ikan Patin

(Sumber : Standart Nasional Indonesia, 2000)

Keterangan :

a.       Mulut                                       e.  Sirip punggung (dorsal fin)

b.      Mata                                         f.  Sirip perut (ventral fin)

c.       Tutup insang (operculum)        g.  Sirip anus (anal fin)

d.      Sirip dada (pectoral fin)            h.  Sirip ekor (caudal fin) 

    Habitat dan Penyebaran

        Ikan patin merupakan ikan air tawar yang hidup di sungai dan muara sungai serta danau yang mampu bertahan pada lingkungan perairan yang jelek, misalnya kekurangan oksigen. Ikan patin dikenal sebagai hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari dan sebagai hewan dasar yang suka bersembunyi di liang-liang tepi sungai (Ghufron, 2005). Suhu air yang optimum untuk selera makan ikan antara 22-29˚C, pada suhu tersebut ikan akan makan dengan rakus, hal ini terjadi pada waktu pagi hari dan sore hari. Oleh karena itu pemberian makan yang paling baik adalah pagi hari dan sore hari (Handayani & Nofyan 2015) dan pH yang ideal dimana ikan patin akan mengalami pertumbuhan yang optimum berkisar antara 6,5-9,0 (Adriyanto dkk. 2012). Menurut Legendre et al., (2000) konsentrasi oksigen terlarut di atas 3 mg.L-1 masih termasuk dalam batas toleransi ikan patin. Ogbonna and Amajuoyo (2010), menyatakan bahwa kandungan ammonia sebesar 0,6 mg/liter sudah berbahaya bagi organisme perairan.

Penyebaran ikan patin meliputi berbagai negara diantaranya adalah Thailand, Pakistan, Myanmar, Bangladesh, Malaya-peninsula, Laos, India, Vietnam, dan Indonesia (Chondar, 1999). Di Indonesia, patin terdapat di sungai dan danau-danau di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa (Djarijah, 2001). Umumnya, ikan ini ditemukan di lokasi-lokasi tertentu di bagian sungai, seperti lubuk (lembah sungai) yang dalam.

    Kebiasaan Makan      

        Ikan patin merupakan ikan omnivora yang cenderung karnivora. Ikan patin pada fase larva yang dipelihara di kolam pemeliharaan bersifat omnivora, yaitu memakan segala macam pakan baik jasad-jasad hewani maupun nabati sedangkan ikan patin apabila di perairan bebas dan alam cenderung bersifat karnivora (Cholik et al., 2005)
        Ikan patin sangat tanggap terhadap pakan buatan hal ini dibuktikan pada penelitian Arifin (1993) bahwa ikan patin yang dipelihara di jaring apung responsif apabila diberikan pakan.  Pada proses budidaya dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm.

    Kebutuhan Nutrisi Ikan Patin

         Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) adalah spesies ikan air tawar dari famili Pangasidae dan merupakan salah satu spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan. Tercatat pada tahun 2011, produksi ikan patin di Indonesia mencapai 229.267 ton dengan kontribusi 16,11% dari produksi patin dunia (FAO, 2013). Ikan patin siam memiliki keunggulan tidak memiliki banyak duri, fekunditas dan sintasannya tinggi, dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang pengembangan skala industri. Dengan keunggulan tersebut ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam segmen usaha pembenihan maupun usaha pembesarannya (Tahapari dkk, 2008). Peningkatan produksi ikan patin melalui kegiatan budidaya diperlukan input produksi yang juga meningkat, salah satunya adalah pakan.
            Kebutuhan nutrisi ikan sangat penting untuk proses tumbuh kembang ikan itu sendiri, nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan diantaranya protein, karbohidrat, dan lemak (Putri dkk., 2012). Protein adalah kompleks yang terdiri dari asam amino esensial dan non esensial (Andriyani dkk., 2014) yang berfungsi untuk pertumbuhan ikan. Protein dapat digunakan untuk pertumbuhan jika kandungan lemak dan karbohidrat seimbang, karena jika tidak maka protein tersebut lebih banyak digunakan untuk energi dibandingkan untuk pertumbuhan (Poernomo dkk. 2015). Catfish membutuhkan kandungan protein dalam pakan sekitar 25 – 50% tergantung ukuran ikan, suhu perairan, jumlah energi non protein pada pakan, kualitas protein dan manajemen pakan (Robinson et al., 2001), sedangkan menurut NRC (2011) kebutuhan protein untuk Channel catfish yaitu 28-40%. Berdasarkan SNI (2000), kebutuhan protein pada ikan patin minimal 28%.  Karbohidrat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan energi dan persediaan makanan dalam tubuh (Suarez et al., 2002). Sedangkan lemak berfungsi sebagai pemasok energi bagi tubuh. Sebagian besar ikan air tawar membutuhkan lemak 4% - 8%. (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Serat kasar yang tinggi akan mengakibatkan semakin sulitnya ikan dalam mencerna pakan (Bakara, dkk. 2012). Pada umumnya, Ikan karnivora dapat mentoleransi serat kasar pada pakan maksimal 4% sedangkan ikan herbivora maksimal 8% (Priskila, 2010).
        Pakan dengan kadar protein 30% dan lemak 12% untuk benih ikan patin ukuran 3g dapat menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 2,06% /hari dan menghasilkan ikan dengan kandungan protein tubuh 12,03%, lemak 5,22% dan air 75,63% (Phumee et al., 2009). Pakan dengan kandungan protein 45,3% dan lemak 9% untuk ikan patin ukuran 5g dapat menghasilkan laju pertumbuhan 4,19% /hari dan menghasilkan ikan dengan kandungan protein tubuh 14,6%, lemak 6,3%, dan air 75,9% (Liu et al., 2011). Pakan dengan kadar protein 36,1% dan lemak 5,8% yang diberikan pada ikan patin ukuran 7,69g menghasilkan laju pertumbuhan 4,0% /hari (Hung et al., 2004).


    Daftar Pustaka

Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Kanisius : Yogyakarta. Hal 9-77.

Andriyani, H., E. Widyatusti dan D. S. Wisyartini. 2014. Kelimpahan Chlorophyta Pada Media Budidaya Ikan Nila yang Diberi Pakan Fermentasi Dengan Penambahan Tepung Kulit Ubi Kayu dan Probiotik. Scripta Biologica, 1 (1): 49-54.

Bakara,O., L. Santoso. dan D. Heptarina. 2012. Enzim Manase dan Fermentasi Jamur untuk Meningkatkan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit pada Pakan Ikan Nila Best (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. Hal 1.

BSN., 2000. SNI 01-6483.2-2000 Benih ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) kelas benih sebar. Badan Standarisasi Nasional.

Cholik,F., A. G. Jagatraya., R. P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur : Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara Kerjasama dengan Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta. 415 hal.

Chondar SL.1999. Biology of Finfish and Shellfish. SCSC Publishers, India.

Djarijah, A. S, 2001. Pembenihan Patin. Kanisius. Yogyakarta.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2013. Milk and Dairy Products in Human Nutrition. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations. 45-70.

Ghufron, K.K. 2005. Budidaya Ikan Patin. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Handayani I, E Nofyan. 2015. Optimasi tingkat pemberian pakan bautan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan patin jambal (Pangasius djambal). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(2): 175-187.

Hung LT, Suhenda N, Slembrouck J, Lazard J, Moreau Y. 2004. Comparison of dietary protein and energy utilization in three Asian catfish Pangasius bocourty, P. hypophthalmus and P. djambal. Aquaculture Nutrition 10: 317–326.

Kordi, M. G. H. 2005. Budidaya Ikan Patin : Biologi, Pembenihan dan Pembesaran. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.

Liu . X. Y, Wang Y, J.I WX. 2011. Growth, feed utilization and body consumption of Asian catfish Pangasius hypopthalamus feed at different dietary protein and lipid levels. Aquaculture Nutrition 11: 578–584.

National Research Council [NRC]. 2011. Nutrient Requirements of Fish National Academy Press, Washington, DC: NRC.

Ogbonna, J. and A. Chinomso. 2010. Determination of the concentration of ammonia that could have lethal effect on fishpond. Journal of Engineering and Applied Sciences: 5(2) :1-5.

Phumee P, Hashim R, Aliyu-Paiko M, ShuChien AC. 2009. Effects of dietary protein and lipid content on growth performance and biological indices of iridescent shark Pangasius hypophthalmus, Sauvage 1878 fry. Aquaculture Research 40: 456–463.

Poernomo, N., N. B. P. Utomo., dan Z. I. Azwar. 2015. Pertumbuhan dan Kualitas Daging Ikan Patin Siam yang Diberi Kadar Protein Pakan Berbeda.Jurnal Akuakultur Indonesia 14(2), 104-111. 

Priskila, F. 2007. Pengaruh Penggunaan Kombucha terhadap Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Fermentasi Daun Talas (Colocosia esculenta). Skripsi. Program Studi S1 Budidaya Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 55 hal.

Putri,D.R., Agustono., dan S. Subekti. 2012. Kandungan Bahan Kering, Serat Kasar, dan Protein Kasar pada Daun Lamtoro (Leucema glauca) yang Difermentasi dengan Probiotik Sebagai Bahan Pakan Ikan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 4 (2) : 161-167.

Robinson, E. H., Li, M. H.,and Manning, B. B. 2001. Evaluation of corn gluten feed as a dietary ingredient for pond raised channel catfish Ictalurus punctatus. J. World Aquacult. Soc., 32 (1): 68-71.

Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Suarez, M.D., A Sanz, J. Bazoco, & M.G. Gallego. 2002. Metabolic Effects of Changes in the Dietary Protein: Carbohydrate Ratio in Eel (Angilla anguilla) and Trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture International. 10(3): 143–156.

Tahapari, E. dan Arianto, D. dan Gunadi, B. 2008. Optimasi pemberian pakan buatan pada pendederan ikan patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal perikanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar